Kalian Suka Baca FF Suzy Berpasangan Dengan Siapa ?? ^_^

Senin, 07 Maret 2016

[ONE SHOOT] NICE TO MEET YOU

  No comments    
categories: 


nicetomeetyou-bbon-hsg










Big thanks to bboness HSG for made this amazing poster ^^
Author : Park Eun Ji
Main Cast:
Bae Suzy (MISS A)
Kim Myung Soo (INFINITE)
Other Cast:
Yook Sung Jae (BTOB)
Genre : Friendship, Slice of Life
Rating : T
Disclaimer : All cast belong to God and his/herself :) Plot?Mine! :)
Here you go! Enjoy xx
Myungsoo menatap rumput di halaman teras rumahnya. Bukan, ia bukan mengagumi kerapihan dan kebersihannya -ia sudah lebih dari bosan melihatnya. Pikirannya begitu kalut, oleh karena itu halaman teras rumahnya menjadi sasaran dari tatapan kosongnya. Besok ia akan menemui Suzy, kekasihnya selama beberapa bulan belakangan ini dan berencana akan memutuskan hubungan mereka.
Alasannya?
Myungsoo bosan. Bosan. Kata sederhana namun memiliki arti yang ant
agonis jika digunakan dalam sebuah hubungan. Ia tidak tahu kapan rasa bosan itu datang, dua minggu yang lalu mungkin. Pemuda itu bosan karena hubungan mereka yang monoton. Makan bersama di kedai kesukaan mereka, belajar bersama jika ada ujian, menonton film di bioskop, adalah beberapa dari kegiatan mereka yang monoton. Bukan berarti Suzy orang yang kaku dan membosankan, sebaliknya gadis itu gadis yang sangat cerewet dan menyenangkan. Hanya saja, Myungsoo menginginkan warna yang baru dalam hubungan asmaranya.
Pemuda berkulit putih itu mengacak rambut hitamnya frustrasi. Di dalam lubuk hatinya ia masih mencintai gadis periang tersebut, tapi sisi hatinya yang lain sudah mulai menginginkan sesuatu yang baru. Ia belum yakin dengan keputusannya untuk mengakhiri hubungan ini. Sudah berhari-hari ia berpikir seperti ini tetapi yang ia temukan adalah pikiran-pikiran baru yang membuat masalahnya semakin rumit.
” Hei teman, kau terlihat kacau sekali.”
Suara seorang lelaki terdengar bersamaan dengan sebuah tepukan di bahu Myungsoo yang sedang duduk di tangga depan rumahnya. Myungsoo sedikit tersentak, tidak menyadari kehadiran sahabat sejak lamanya tersebut.
” Begitulah.” Myungsoo menjawab singkat, orang yang tidak tahu masalahnya pasti akan menganggap Myungsoo orang gila. Rambut berantakan, lingkaran hitam di bawah matanya, tatapan kosong dan pakaian yang entah sudah berapa lama ia pakai. Masalah ini benar-benar mengacaukan pikirannya untuk tidur dan membersihkan diri. Kalau ada orang tuanya, pasti ibunya akan pingsan melihatnya seperti ini. Sementara ayahnya pasti akan menyeretnya ke kamar mandi tanpa ampun. Beruntung, kedua orang tuanya sedang pergi ke luar kota.
” Ini masih subuh, ada apa kau kesini?” Myungsoo berkata dengan setengah sadar, tanpa menyuruh lawan bicaranya masuk ke rumah atau minimal duduk di sebelahnya.
” Ya Tuhan Myungsoo, kau yang mengirimiku pesan singkat untuk datang ke sini. Apa kau lupa?” Sahabatnya itu berkata dengan nada prihatin. Tampaknya Myungsoo tidak ingat telah mengiriminya sebuah pesan.
Myungsoo tampak tidak mendengarkan perkataan Sungjae-sahabatnya, ia malah kembali ke aktivitas awal : menatapi rumput halaman teras dengan tatapan kosong.
Sungjae mendecak pasrah, ia belum tahu apa yang membuat Myungsoo seperti ini. Namun ia tidak bisa membiarkan Myungsoo seperti orang gila begini. Ia harus membuat Myungsoo membersihkan diri atau paling tidak menyisir rambutnya dan berganti pakaian.
Sungjae menarik lengan Myungsoo untuk berdiri. Tanpa perlawanan Myungsoo pun berdiri dan mengikuti langkah Sungjae ke rumahnya. ” Bersihkan dirimu. Aku tidak tahan melihatmu seperti ini.” Sungjae berkata sambil menyeret Myungsoo ke kamar mandi.
Setelah satu jam berlalu (Myungsoo berulang kali melakukan kekacauan seperti menuangkan sabun ke kepalanya, tidak ingat apakah ia sudah menyikat giginya, melamun sementara air di kamar mandinya terbuang sia-sia) Myungsoo keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih layak untuk dilihat. Mata pandanya masih terlihat jelas, tapi setidaknya tubuhnya lebih wangi daripada sebelumnya.
Bersamaan dengan itu, Sungjae keluar dari dapur dengan membawa segelas jus dingin dan sepiring telur omlet dengan sosis dan kentang goreng. Ia tidak pintar memasak, hanya ini yang ia bisa buat untuk Myungsoo.
Setengah melamun, Myungsoo mengambil air di kulkas dan hendak meminumnya. Sebelum mulutnya menyentuh pinggir botol, Sungjae merebut botolnya dan memukul kepala Myungsoo.
” Apa-apaan sih?” Myungsoo hendak memarahi Sungjae namun ia melihat apa yang tadi ia pegang kini berada di tangan Sungjae. Ia menyadari satu hal : Ia hampir saja meminum cuka apel kalau Sungjae tidak menarik botol itu.
Myungsoo menatap bersalah Sungjae yang memelototinya. ” Maaf, pikiranku kacau sekali.”
Sungjae berdecak sebal sembari mengambilkan Myungsoo sebotol air mineral dan menyuruhnya untuk ke meja makan.
Setelah sarapan, pikiran Myungsoo sudah sedikit lebih tenang. Ia mulai bercerita tentang masalahnya kepada Sungjae.
Setelah mendengar ceritanya, Sungjae meletakkan sendoknya. Pemuda berambut cokelat madu itu tahu apa yang akan ia lakukan untuk memecahkan masalah Youngjae.
” Mau kutunjukkan sesuatu?” Ia tersenyum penuh arti sementara Myungsoo menatapnya bingung.
nice to meet you
Mereka kini sedang berada di sebuah pohon besar setelah 5 menit berjalan kaki. Mereka bersembunyi untuk melihat sebuah momen penting.
” Apakah kau sadar kita ini berlaku seperti penguntit?” Myungsoo berkata sambil menyingkirkan seekor kumbang yang hinggap di bahunya.
” Perhatikan rumah dengan anjing labrador putih itu.” Sungjae berkata sambil mengedikkan dagunya ke suatu arah. Tanpa berniat menjawab pertanyaan Myungsoo.
Di antara rumah-rumah bermodel hampir sama, Myungsoo menemukan satu rumah yang berukuran sedikit lebih kecil dari rumah lainnya. Hanya rumah itu yang mempunyai seekor anjing labrador putih.
” Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang?” Myungsoo berkata dengan tidak sabar. Ia tidak nyaman karena begitu banyak serangga di pohon ini. Ia sangat benci dengan serangga.
” Diam dan perhatikan baik-baik.” Sungjae berkata dengan penuh misterius. Tak lama kemudian, sepasang lansia keluar dari rumah itu. Kakek itu terlihat sangat menjaga istri di sebelahnya walaupun langkahnya terlihat lemah. Istrinya memakai tongkat berjalan di tangan kanannya, sementara tangan kirinya menggenggam erat tangan suaminya. Anjing labrador putih mereka menggonggong dan mengibaskan ekornya dengan semangat.
Dengan tangan yang sedikit gemetar, kakek itu membungkuk dan mengelus anjingnya dengan sayang. Kemudian, dengan perlahan kakek itu menegakkan badannya kembali dan menatap istrinya dengan senyum di wajah penuh kerutannya.
” Tiga, dua, satu.” Sungjae menghitung mundur. Awalnya Myungsoo bingung kenapa Sungjae tiba-tiba menghitung mundur tapi kemudian ia menyadari ketika hitungan mundur Sungjae berakhir, Kakek itu memberi ciuman selamat pagi kepada istrinya di kedua pipi. Istrinya tersenyum senang, membuat keriput di wajah tuanya semakin terlihat jelas. Istrinya pun membalas dengan memberi ciuman di kedua pipi sang kakek yang terlihat sangat bahagia. Mereka pun keluar rumah dengan langkah pelan dan renta dengan saling menggenggam tangan.
” Itu adalah aktivitas rutin mereka sebelum memulai pagi.” Sungjae berkata dengan senyum hangat. Memandang kedua pasangan lansia itu sampai menjauh.
” Mereka adalah pasien di rumah sakit ayahku beberapa bulan lalu. Nenek dan Kakek Park. Nenek Park jatuh dari tangga waktu itu, sehingga tempurung lututnya retak. Aku terkadang mengunjungi mereka sesekali, makanya aku tahu sedikit kebiasaan mereka.” Sungjae menjelaskan dengan sisa-sisa senyum di wajahnya.
” Jadi ini yang mau kau tunjukkan kepadaku?” Myungsoo menatap Sungjae bingung, pikirannya masih kalut sehingga ia tidak tahu maksud dari Sungjae.
Sungjae tersenyum misterius, tidak membantah atau mengiyakan pertanyaan Youngjae. ” Kita ke tempat berikutnya.”
Tempat kedua: taman bermain anak-anak. Sungjae dan Myungsoo duduk di salah satu bangku dengan sekaleng minuman ringan di tangan masing-masing.
” Sebentar lagi anak itu akan datang. ” Sungjae berkata santai sambil meminum minuman kalengnya. Setelah itu ia mengigit roti sandwichnya dengan gigitan besar karena pemuda itu belum makan apapun sejak tadi.
Di pintu masuk taman, seorang anak berbaju biru muda bergambar pororo dengan celana coklat selutut datang bersama ibunya. Ibunya terlihat mengatakan sesuatu kepada anak tersebut sambil mengelus rambut hitamnya yang berbentuk seperti jamur lalu meninggalkan anak tersebut bermain sendiri. Ibunya pergi ke sekumpulan ibu-ibu tak jauh dari Sungjae dan Youngjae duduk.
” Bocah pororo itu yang kau maksud?” Myungsoo bertanya kepada Sungjae.
” 100!” Sungjae memberi poin sempurna karena Myungsoo menjawab pertanyaannya dengan benar. ” Namanya Jaemin. Perhatikan dia.”
Jaemin tampak sedang mencari seseorang. Tatapan polosnya tampak bingung melihat anak-anak seumurannya yang tengah aktif bermain. Ketika memandang suatu titik, pandangannya berubah cerah dan anak berumur sekitar 5 tahun itu berlari dengan langkah kecilnya. Jaemin tampak menghampiri seorang anak perempuan dikuncir dua yang memakai dress berwarna pink dengan motif bunga-bunga putih di sebuah tangga menuju jembatan bergoyang. Anak perempuan itu tampak tidak peduli walaupun ia memakai dress. Ia memanjat dengan semangat bersama dengan anak-anak lain sehingga dalamannya terlihat.
“Anak perempuan yang dihampiri Jaemin namanya Nami. Perhatikan mereka, jangan perhatikan dalaman Nami yang terlihat, ia masih terlalu kecil Myungsoo, jangan rusak masa depannya.” Sungjae menjelaskan sambil meneguk sisa minumannya sambil membuang bungkusan sandwichnya yang sudah habis tak tersisa dengan melemparnya ke tempat sampah di dekatnya.
” Bodoh, aku saja tidak sadar jika dalamannya terlihat. Dasar pedofil.” Myungsoo memukul kepala Sungjae, membuat Sungjae tersedak minumannya dan terbatuk-batuk. Sementara bungkusannya meleset jauh dari tempat sampah.
” Ok lupakan itu. Fokus ke Jaemin dan Nami. Aku tidak mau kita dianggap seperti oramg mesum. ” Sungjae mengembalikan fokus mereka dan berjalan ke tempat sampah untuk memasukkan sampahnya kembali.
Jaemin tampak sekali menjaga Nami agar tidak terjatuh. Ia memarahi anak yang tidak sengaja mendorong Nami sehingga ia hampir terjatuh. Menarik Nami menjauh dari anak lelaki yang ingin bermain dengannya. Ia selalu mendahulukan Nami dalam setiap permainan agar ia bisa menjaga Nami dari belakang. Ketika es krim yang dipegang Nami terjatuh, ia menggantikannya dengan miliknya agar Nami tidak menangis. Saat waktu permainan sudah hampir habis, Jaemin memberi sebuah kertas kepada Nami dengan malu-malu lalu segera pergi memeluk ibunya yang tengah menghampirinya. Nami memandang kertas pink yang diberikan Jaemin dengan senyum lebar dan mengantunginya lalu menuju ibunya yang berambut pendek.
” Ayo, kita ke rumah Nami. ” Sungjae bangkit berdiri dan menatap Myungsoo yang masih duduk di tempatnya. Ia memandang Sungjae dengan mata menyipit.
” Aku tidak menyangka kau benar-benar pedofil.” Myungsoo bergumam pelan sambil menggelengkan kepalanya dengan kecewa.
” Astaga, aku tidak seperti itu! Nami itu tetanggaku oke? Ayo cepat. Kebetulan ada barang yang harus kukembalikan kepada Ibunya.” Sungjae berjalan tanpa menunggu Youngjae.
Ibu Nami orang yang bersemangat. Setelah Sungjae mengembalikan pemotong rumput miliknya, Ibu Nami memaksa mereka berdua untuk makan siang di rumahnya karena ia tahu Sungjae sendirian. Awalnya Sungjae dan Myungsoo menolak, tapi Nami datang dan meminta mereka untuk makan siang bersama sehingga mereka tidak bisa menolak.
Sungjae dan Myungsoo diminta untuk menjaga Nami sementara Ibunya memasak. Jadi sekarang kedua pemuda itu berada di kamar Nami. Youngjae tampak ngeri melihat kamar Nami yang serba pink sementara Sungjae mengeluarkan sebuah kotak sepatu dari sudut tersembunyi di kolong ranjang.
” Aku menemukan ini minggu lalu saat aku mencoba mengambil mainan Nami yang menggelinding ke kolong ranjang. Cepat buka isinya, sebelum Nami keluar dari toilet. ” Sungjae berbisik pelan agar tidak terdengar oleh Nami.
Myungsoo membuka kotak tersebut dan tampak lembaran-lembaran kertas pink dengan tulisan berantakan dan nama Jaemin di sudut kanannya. Jumlahnya puluhan atau ratusan, entahlah. Kertas itu sangat banyak sehingga Myungsoo tidak bisa menghitungnya.
” Itu adalah surat dari Jaemin. Jaemin selalu memberi surat kepada Nami setiap hari, baik di sekolah maupun di taman bermain. Aku berani bertaruh mereka berdua akan menikah saat dewasa nanti.” Sungjae tertawa pelan.
” Kau tidak menyangka bukan? Anak yang belum genap 5 tahun akan menulis surat sebanyak ini? Kau juga tidak menyangka kan kalau Nami akan menyimpan surat ini? Tidak seperti anak lain yang mungkin akan membuangnya.”
Pertanyaan Sungjae tidak bisa ia jawab, ia tertegun. Melalui surat-surat ini, ia bisa melihat dengan jelas perasaan Jaemin kepada Nami melalui perhatian-perhatian polos yang tertulis di surat-surat itu. Surat-surat itu hanya terdiri dari beberapa kalimat sederhana, namun Youngjae bisa melihat ketulusan yang tersirat di sana. Perasaan Jaemin bukan hanya cinta monyet. Perasaan Jaemin lebih dalam dari itu.
Untuk kedua kalinya, Myungsoo merasa sangat malu. Kali ini oleh seorang anak kecil yang belum genap lima tahun.
Matahari hampir terbenam ketika mereka berdua keluar dari rumah Nami. Tadinya Ibunya Nami memaksa mereka untuk ikut makan malam. Tapi mereka berdua menolak dengan alasan sudah janji dengan beberapa teman. Setelah beberapa nasihat untuk menjaga diri mereka, akhirnya Ibu Nami melepaskan mereka.
Suasana hati Myungsoo sedikit membaik setelah bermain dengan Nami dan berbincang dengan Ibu Nami. Mereka orang yang sangat baik. Walaupun Youngjae baru pertama kali bertemu dengan mereka tapi Myungsoo sudah menganggap mereka seperti adik dan ibunya sendiri.
” Hei, kenapa tiba-tiba murung begitu? Kau tidak tertular virus bad mood ku kan tadi?” Myungsoo mencoba bergurau karena tiba-tiba pandangan Sungjae berubah muram.
Sungjae baru menyadari ketika Youngjae memperhatikannya langsung mengubah ekspresinya. ” Ah bukan apa-apa, ayo kita pergi ke tempat terakhir.” Ia berkata dengan nada bersemangat, namun matanya masih menunjukkan kesedihan yang tidak dapat Myungsoo mengerti.
” Kau serius kita akan ke sini?” Myungsoo memandang seram gerbang di hadapannya sambil merapatkan jaketnya. Pantas saja Sungjae menyempatkan diri untuk membeli bunga krisan putih dalam perjalanan ke sini. Namun Myungsoo belum tahu untuk apa tiga porsi jajangmyeon di dalam kantung plastik yang ia pegang.
Sungjae mengangguk pasti. Ia tidak terlihat takut, malah tatapannya seperti mengenang sesuatu. ” Ayo kita masuk.”
Mereka masuk ke sebuah kompleks pemakaman. Penerangan di pemakaman tersebut remang remang karena hanya diterangi oleh cahaya bulan dan cahaya bangunan tinggi di sekitarnya. Sungjae berhenti di sebuah makam, dengan foto seorang gadis muda yang terlihat lembut dan tenang.
” Masih ingat dengan Yumi?” Sungjae bertanya kepada Myungsoo. Saat ini mereka tengah duduk bersila di hadapan nisan Yumi, dengan jajangmyeon yang sudah dibuka. Satu diletakkan di depan nisan Yumi, berdampingan dengan bunga krisan putih milik Sungjae dan bunga-bunga krisan sebelumnya yang telah layu dan mengering. Dua lainnya di pegang oleh Sungjae dan Myungsoo.
Yumi adalah kekasih Sungjae yang meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan. Mereka baru berpacaran satu bulan, tapi Myungsoo tahu betul Sungjae sangat mencintai gadis yang juga teman sekelas mereka itu.
Myungsoo mengangguk, sementara Sungjae menyuruhnya makan sambil mulai menyeruput jajangmyeonnya. Namun Youngjae tidak makan, suasana seram di sini sudah menghilangkan selera makannya. ” Semalam sebelum kecelakaan itu, kami berniat untuk makan malam di restoran jajangmyeon ini. ” Sungjae berkata di sela kunyahannya. Setelah ia menelan makanannya, ia menaruh sumpitnya dan menatap dengan penuh penyesalan foto Yumi yang tengah tersenyum.
” Namun, aku tidak bisa menepati janji itu karena alasan sepele. Aku membiarkan Yumi menunggu sendirian sementara aku sibuk bermain game online. ” Sungjae berkata dengan menahan emosi, tangannya mencengkram kuat sumpit hingga Myungsoo pikir Sungjae mungkin bisa mematahkannya. Kini Myungsoo mengerti kenapa Sungjae mendadak berhenti main game online secara tiba-tiba setahun yang lalu. Padahal sebelumnya, ia sangat tergila-gila dengannya.
” Besok paginya, aku meminta maaf pada Yumi saat bertemu di sekolah. Seperti biasa, ia tidak ambil pusing dengan masalah itu dan memintaku untuk makan malam bersama dengannya lagi di kedai itu.” Sungjae menghela napas dan menunduk menatap jajangmyeonnya nanar. Kemudian ia melanjutkan lagi ” Tapi janji tinggallah janji, malamnya dia mengalami kecelakaan dan…” Sungjae tidak sanggup melanjutkan perkataannya lagi. Bahunya gemetar karena berusaha menahan tangis. Di antara suasana remang-remang itu, Myungsoo dapat melihat air mata perlahan mengalir di wajah mulus Sungjae.
” Oleh karena itu aku merasa menyesal hingga sekarang, aku datang setiap hari ke sini tepat pada saat jam kematiannya dan memakan jajangmyeon ini bersamanya.” Dalam tangis, Sungjae kembali mengangkat jajangmyeonnya dan memakannya hingga habis. Myungsoo tidak pandai mengeluarkan kata-kata hiburan, jadi ia hanya terdiam sambil menepuk-nepuk pelan punggung Sungjae untuk sedikit menghiburnya.
Setelah menghabiskan dua porsi jajangmyeon miliknya dan Myungsoo, Sungjae jauh lebih tenang. Ia menarik napas lalu menghembuskannya, setelah itu dia tersenyum lebar seperti biasa.
” Nah, ayo kita pulang!” Sungjae bangkit berdiri dan menangkupkan tangan seperti orang berdoa. Myungsoo ikut berdoa untuk ketenangan Yumi di sana. Lalu mereka berjalan dengan siulan pelan milik Sungjae.
” Jadi, apa yang kau rasakan setelah melihat apa saja yang terjadi seharian ini?” Sungjae berhenti bersiul dan menyusuri trotoar sekitar pemakaman yang lengang. Ia sudah kembali normal sekarang, seolah-olah ia tidak menangis beberapa saat yang lalu.
Diantara bau perkotaan yang khas dan cuaca yang sedang berangin Myungsoo mengatakan apa yang ada di pikirannya sejak tadi. ” Aku merasa malu.”
Sungjae menatap Myungsoo dengan alis terangkat sambil memiringkan sedikit kepalanya. Myungsoo menunduk menatap blok-blok trotoar yang ia injak. ” Saat melihat pasangan lansia itu, Jaemin, dan kau, aku tersadar bahwa aku tidak ada apa-apanya dibanding kalian.”
Sungjae mendengus sementara Myungsoo melanjutkan. ” Saat aku melihat pasangan lansia itu, aku mengetahui bahwa aku harus bersyukur pada apa yang aku punya, walaupun hanya hal-hal sederhana. Dari Jaemin dan Nami aku mempelajari arti dari kesetiaan, pantang menyerah dan menghargai. Dan dari kau. ” Myungsoo melirik Sungjae yang kini telah berdiri di halte bis sambil melipat dadanya. Sungjae membalas lirikannya dengan senyuman.
” Apa yang kau pelajari dari orang seperti aku?” Sungjae bertanya kepada Myungsoo yang tengah duduk di sebelahnya, memandang lalu lintas yang tidak terlalu padat malam itu.
” Ah intinya aku mempelajari sesuatu darimu. Sesuatu yang sangat berarti banyak bagiku.” Myungsoo berkata penuh misterius. Sebenarnya ia tidak ingin mengatakannya karena pasti akan membuat Sungjae merasa semakin bersalah. Dari Sungjae, Myungsoo belajar bahwa jangan menyia-nyiakan sesuatu yang berharga bagi kita, jangan menyesalinya ketika kita sudah tidak bisa bertemu lagi dengannya.
Sungjae berdecak, sedikit penasaran dengan apa yang dipelajari oleh Myungsoo darinya. ” Kalau kau menginginkan warna baru dalam hubungan kalian, kenapa tidak dicoba bersama saja?”
” Aku takut dia tidak suka. ” Myungsoo berkata lirih, walaupun ia telah mempelajari sesuatu hari ini tapi ia masih saja sedikit ragu.
” Memangnya apa sih yang ingin kau coba bersamanya? Pergi ke klub? Minum alkohol? Atau tidur- Aduh!” Sungjae mengaduh karena kepalanya dipukul oleh Myungsoo.
” Dasar otak mesum. Kau pikir mencoba sesuatu yang baru hanya yang seperti itu saja? Aku ingin mengajaknya mendaki gunung bersama. Kau sendiri juga tahu ia terlihat sangat feminim.” Myungsoo menjelaskan dengan sedikit kesal.
” Coba tanyakan padanya. Tidak ada salahnya mencoba kan? Aku yakin ia akan setuju.” Sungjae melanjutkan perkataannya begitu melihat tatapan skeptis Myungsoo. ” Aku punya sebuah rahasia. Saat aku mendapat giliran piket di kelas, aku hendak merapihkan isi kolong meja Suzy yang menyembul keluar. Aku menemukan sebuah album, banyak foto landmark dari negara di seluruh dunia beserta foto beberapa pemandangan alam termasuk gunung. Mengerti maksudku kan?”
Ah, Myungsoo baru teringat tentang kegemaran Suzy yang terlupakan itu. Selama ini apa yang ia ragukan? Ia jadi merasa konyol dan bodoh karena sempat berpikiran untuk memutuskan perempuan periang itu.
” Jadi, apakah keputusanmu masih sama?” Sungjae bertanya, kali ini tentang hal yang berbeda. Myungsoo dan Sungjae sama-sama tahu maksud pertanyaan Sungjae.
Myungsoo menggeleng mantap. ” Aku tidak jadi memutuskannya, malah sebaliknya. Aku jadi rindu sekali dengannya.”
Sungjae mencibir perkataan Myungsoo yang terakhir. ” Ya ampun, aku merasa mual mendengar perkataanmu yang terakhir. Ah itu bisnya! Ayo cepat!” Sungjae melambai-lambai heboh kepada bis itu walaupun ia sudah tahu bahwa bis itu akan berhenti di halte tempatnya berdiri pada akhirnya.
Hari ini, melalui orang-orang dari segala usia dengan berbagai kisah cinta yang berbeda Myungsoo mempelajari arti sesungguhnya dari sebuah hubungan. Hubungan harus dijalankan dengan setulus hati, maka nilai sesungguhnya dari hubungan tersebut akan terasa. Myungsoo sangat bersyukur mempunyai sahabat seperti Sungjae, yang secara tidak langsung membuatnya tidak mengambil keputusan terlalu cepat untuk memutuskan Suzy. Terlebih lagi, ia senang bisa bertemu dengan Suzy. Perempuan itu juga secara tidak langsung membuatnya lebih mengetahui arti sesungguhnya dibalik sebuah hubungan.
FIN
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

JANGAN LUPA RC YA ^o^

JANGAN LUPA RC YA ^o^
Baca , Komen :D