Kalian Suka Baca FF Suzy Berpasangan Dengan Siapa ?? ^_^

Jumat, 25 September 2015

FF Manacle (Oneshoot)

  No comments    
categories: 
image

Title: Manacle
Author: @vhyra_pabbo
Genre: Romance, Thriller, etc.
Main Cast: Bae Suzy, Kim Myungsoo
Sub Cast: Jung Soo Jung aka Krystal F(X), OC’s and etc.
Length: Oneshoot
FF by : fhyrafirus.wordpress
Warning: Ini adalah cerita yang saya buat murni dari pikiran saya. Cerita ini hanya fiktif belaka. kalau ada kesamaan tokoh, tempat, dan cerita itu merupakan bukan kesengajaan. Ghamsahamnida~ Bow
Happy Reading!

***
Slurrp…
Ramen yang hangat dicuaca yang dingin. Pria dengan rambut acak acakan, mata yang terlihat mengantuk, dan kulit yang pucat, asik menyantap makan malamnya di sebuah kedai sederhana di pinggir jalan.
Ramen yang tersisa sedikit dicuaca yang ekstrim. Pria berjaket tebal, bersarung tangan dan mengenakan ransel itu meninggalkan kedai dengan perasaan campur aduk. Ia melangkah dengan linglung. Masih ada sisa alkohol di darahnya. Matanya tak terpejam, tapi benar benar terlihat mengerikan dengan kantung mata menumpuk.
Kim Myungsoo, 25 tahun, insomnia akut, pecandu alkohol, dan perokok berat.
Langkahnya terhenti di depan sebuah apartemen sederhana. Tak mewah. Tak ada barang mewah di dalamnya. Kasur, selimut, dan lemari, juga meja kayu rendah tanpa kursi. Di bawahnya ada karpet hitam. Dan beberapa barang elektronik lain. Dapur, kamar tidur, ruang TV. Cukup berantakan dengan gelas gelas yang tersiar di atas meja. Dan tempat tidur yang belum dibersihkan. Di sudut meja, ada tas wanita berwarna merah marun.
Myungsoo meliriknya sebentar. Ada senyum kecil yang tertoreh dibibirnya. Lalu kepalanya terputar ke arah ranjang. Ia menggigit bawah bibirnya.
“Akh.”
“Sial…”
“Sial.”
***
Ia melangkah keluar malam itu. Ditatapnya butiran salju yang turun. Sejenak. Lambat lambat ia seperti melihat sosok itu melewati arah pandangnya. Bibirnya tampak sangat merah. Kulitnya yang pucat senada dengan gaunnya yang juga berwarna merah terang. Terasa hangat jika membandingkan dengan kepingan salju dingin.
“Sial…” tangannya terkepal.
Ia memutuskan kembali masuk. Udara dingin menusuk sangat mengganggunya. Juga bayang bayangnya. Tatapannya yang menusuk. Dan kesaksian malam yang membisu.
***
Myungsoo menyalakan TV. Acara pagi yang membosankan. Lalu salah satu tayangannya kembali mengingatkankannya dengan si gadis merah. Kepalanya tiba tiba berdenyut.
“Akh!”
Myungsoo memilin pelipisnya. Ia setengah berlari menuju lemari. Diambilnya kotak obat. Pil penenang. Ia memasukkan pil pil itu ke dalam mulutnya tanpa dosis. Ia memakannya serampangan seperti hendak menghilangkan segala pikiran pikiran buruk yang ada diotaknya.
Ia meringis. Dirasakannya dingin yang betul betul mengiris tulang. Aroma mawar merah khas. Mata yang berkilat.
“Hai.”
“Aku Bae…”
“…Bae Suzy…”
“Dan kau sangat manis.”
Myungsoo menutup rapat rapat matanya. Kenangan kenangan manis yang terekam jelas.
Di penghujun tahun. Tahun lalu. Saat salju turun di bulan desember.Tangan gadis itu mengulur. Membantunya berdiri dari jalanan yang licin. Ia mengenakan dress merah marun. Gayanya sangat mencolok di cuaca musim dingin. Salju turun perlahan. Dingin. Tapi gadis itu menanggalkan semua pakaian penghalau dinginnya.
Myungsoo terjatuh karena mabuk. Dimatanya, sosok itu sangat sempurna. Bibirnya merah menyala. Matanya idaman. Bentuk tubuhnya yang ‘wah’.
Lengkap.
Wanita itu memperkenalkan namanya sambil membopong tubuh Myungsoo yang terlihat tak berdaya. Matanya yang kabur itu bahkan masih bisa menikmati kecantikan gadis merah itu.
“Aku selalu melihatmu mabuk.”
Myungsoo tak bersuara.
“Oh ya, aku baru saja keluar dari kafe itu. Aku selalu ada di sana.”
Myungsoo tetap membisu. Pikirannya tak karuan.
“Kau harus berhenti minum dan merokok.”
“Baiklah.” Myungsoo seperti tersihir dengan suaranya yang bagai dentingan piano.
“Kau juga harus tidur di malam hari.”
“Oke.”
“Jeongmal?” nada suaranya seperti wanita bangsawan. Sangat anggun. Mendamaikan.
“Yah.”
Wanita itu menoleh. Ada kecupan singkat di pipi pucat Myungsoo. Lipstiknya membekas.
Myungsoo kembali tersihir.
“Aku selalu membuntutimu.” bisik gadis itu. Myungsoo merinding mendengarnya. Ah, bahkan membayangkannya saja membuatnya terusik. Suara yang sangat candu.
Mereka berhenti di depan sebuah apartemen.
“Aku akan mengantarmu sampai masuk. Kunci?” gadis itu menengadah. Myungsoo menyerahkan kuncinya begitu saja.
“Terima kasih.” gadis itu tersenyum lalu membuka pintu kamar Myungsoo.
Ia melempar tubuh Myungsoo di atas kasur. Tak lupa ciuman selamat malam darinya. Dan ia pun berlalu. Membawa kunci apartemen Myungsoo.
Sejak saat itu, Myungsoo tak henti hentinya menunggu si gadis merah kembali menghampirinya. Mata Myungsoo jernih. Ia tak mabuk lagi. Merokok pun sedikit demi sedikit mulai berkurang. Memang sulit meninggalkan kebiasaan menjeratkan itu. Tapi dengan usaha, semuanya terasa mudah.
Gadis itu selalu datang. Ia menguasai kamar apartemennya dengan kunci yang ia bawa. Selalu menantinya di sana. Di atas kasur miliknya. Dengan gaun merah marunnya. Dan gaya khasnya.
“Yak sejak kapan kau ada di sini?”
“Sejak kemarin.” suaranya seperti berbisik.
Myungsoo menutup matanya pelan. Ada lengkungan di ujung bibirnya.
“Kau benar benar gadis gila.”
“Yah.”
“Gadis gila yang sangat menawan.” Myungsoo bergumam tapi gadis itu bisa mendengarnya.
“Yah.” gadis itu menarik tubuh Myungsoo ke atas kasur. Mata mereka bertemu sesaat sampai ciuman itu tak terelakkan lagi. Dan…
“Akh!” Myungsoo memilin kepalanya ketika akan melangkah keluar dari kedai. Ia mabuk berat. Sepuntung rokok yang hampir habis jatuh dari apitan jemarinya. Langkahnya melambat. Pandangannya kabur. Jalanan seperti berputar putar.
Kenapa si gadis merah malah muncul di benaknya?
“Dang!” gadis itu mengenakan gaun merahnya. Memperlihatkan masakan yang sudah di persiapkannya di atas meja.
Myungsoo tersenyum lemah lalu memposisikan dirinya di hadapan Suzy. Mengambil satu persatu makanan yang sudah disediakan gadis asing yang seminggu ini selalu menunggu di apartemennya dengan makanan tersaji lengkap dan rumah yang rapi teratur.
“Eotthae? Mashita?” tanyanya yang tak sedikitpun menyentuh makanannya.
Myungsoo hanya mengangguk pelan seraya menyuapi dirinya sendiri.
“Kau aneh sekali.” kata Myungsoo yang melirik Suzy. Gadis itu menatapnya dengan lirikan khasnya. Gelap. Menusuk.
“Sepertinya aku jatuh cinta padamu…” sembur Suzy sembari memangku tangan menatap pria di hadapannya.
Myungsoo sedikit terperanjat. Gadis asing yang langsung mengatakan cinta. Bukankah itu aneh?
“Bahkan kau belum tahu namaku.” Myungsoo berhenti mengunyah.
“Oh ya?” ia tertawa hangat.
“Kau tak penasaran? Kau gadis yang benar benar aneh. Sudah seminggu kau melakukan ini, tapi kau sama sekali belum mengetahui namaku.”
“Apakah nama begitu penting?”
Myungsoo tertawa pelan dan kembali melanjutkan makannya.
“Ada istilah, tak kenal maka tak sayang.”
“Jadi kau ingin aku mengenalmu huh?”
Myungsoo terhenti. Kata katanya tak jadi keluar. Seperti menggantung di ujung batang tenggoroknya.
“Aku hanya ingin kau… Bukan namamu…” jemari gadis itu mulai meraba punggung tangan Myungsoo. Perlahan dan perlahan. Matanya masih gelap. Menusuk.
Myungsoo tertawa pelan. Tak menyingkirkan belaian itu.
Tiba tiba bel apartemennya berbunyi. Ia segera beranjak. Menatap si tamu dari balik monitor. Ah, Soojung. Dia adalah teman kantor Myungsoo. Ia tampak membawa sesuatu.
Myungsoo membuka pintu. Gadis itu memamerkan bungkusan yang dibawanya. Ia tersenyum dan langsung masuk tanpa dipersilahkan.
“Kau pasti belum makan.” Soojung mengedarkan pandangannya. Ia seperti menyadari kehadiran Suzy. Aroma mawarnya yang sangat mencekat.
Matanya memicing curiga. Lalu ia memandang makanan yang tersaji di atas meja. Ia mendelik heran. Ada makanan yang menjadi pantangan Myungsoo di sana, tapi mengapa ia malah menyajikannya? Bahkan sudah habis separuh.
“Kukira kau alergi dengan telur, lalu kenapa kau memakannya?” tanyanya menyelidik. Ditatapnya pria itu dalam. Mendesak.
Myungsoo terlihat sedikit panik. Suzy pasti bersembunyi.
“Yak Kim Myungsoo!”
“Aku hanya ingin mencobanya.”
“Tapi kau akan masuk ke rumah sakit lagi jika kau memakannya.
Myungsoo malah terdiam.
“Dasar bodoh.”
Suzy mendengar percakapan itu. Ia membekap mulutnya tak percaya. Ternyata ia telah menyajikan makanan terlarang untuk Myungsoo dan pria itu sama sekali tak membantah. Ekspresinya pun terlihat sangat menyukai makanan itu.
Soojung lalu masuk ke kamar. Ia menatap jeli setiap sudut. Tak ada siapapun.
“Kenapa kau seperti ini?” nada suara Myungsoo terdengar kesal.
“Karena aku menyukaimu Kim Myungsoo! Aku menyukaimu! Aku tak tahan melihat kondisimu!”
“Wae? Kondisiku kenapa?”
“Yak! Kau seorang pemabuk! Perokok berat! Waktu kau masuk rumah sakit karena alergi telurmu itu, dokter juga mengatakan bahwa hatimu mulai rusak.”
“Aku tak peduli.”
“Apa yang ada dipikiranmu huh?”
“Aku… Hanya tak memiliki harapan hidup.”
“Karena orang tuamu yang dibunuh?”
“Sudahlah! Jangan bahas itu lagi! Itu sudah cerita lama!” oktafnya meninggi kali ini membuat Soojung sedikit tercengang. Ia terdiam sesaat sebelum ia menyampaikan maksud kedatangannya.
“Yak, aku mendengar berita kemarin. Ada banyak orang yang mati. Dan setelah diidentifikasi, ada sidik jari perempuan di tempat itu. Sepertinya kasus pembunuhan yang marak akhir akhir ini merupakan pembunuh yang sama dengan pembunuh kedua orang tuamu.”
“Lalu?” Myungsoo tak terlihat takut.
“Aku mendengar dari rekan kantor, kau pernah jalan dengan seorang wanita. Dia menggandengmu dan dia terlihat mencurigakan.”
“Jadi?”
“Aku takut!”
“Aku tak menyukaimu Soojung-ssi. Keluarlah.” nadanya datar tapi terdengar kasar.
“Tap-“
“Terima kasih atas kunjunganmu.”
“Ah, lain kali jangan masuk sembarangan tanpa kusuruh. Aku tak suka orang yang masuk begitu saja.”tambahnya.
Jleb!
Soojung menelan ludah. Lalu pintu perlahan tertutup. Namun, dalam detik detik itu, matanya menangkap sesosok bergaun merah di belakang Myungsoo. Tersenyum penuh kemenangan.
Soojung terbelalak. Ia menjerit. Meminta agar Myungsoo segera membuka pintu.
“Yak! Jangan berteriak! Sudah malam!” salah satu pemilik kamar keluar dan membentak Soojung. Gadis itu tersentak dan segera berlari dari sana. Tangannya terkepal.
***
Pria itu selalu tampak was was. Sepulangnya dari kantor ia selalu mampir di kedai. Mabuk mabukkan. Makan makanan tak sehat. Merokok. Begadang hingga larut malam. Berharap akan sesuatu. Harapan yang sia sia.
Ia melangkah masuk ke dalam apartemennya. Matanya merah, sayu. Pipinya pucat. Aroma alkohol menyeruak.
Pergerakannya terhenti begitu sampai di ruang TV. Tas merah marun yang sudah seminggu di sana. Ditatapnya gusar. Rumah yang berantakan. Sangat berantakan.
Ia masuk ke dalam kamarnya dan merebahkan diri di sana. Aroma yang selalu datang tiba tiba. Selalu mengingatkannya dengan Suzy.
“Siapa gadis itu?” tanya Suzy seraya memeluk Myungsoo manja. Mereka berbaring di atas kasur. Dua orang asing yang tak saling mengenal. Tinggal satu atap.
“Teman kantorku.” Myungsoo menatap langit langit.
“Kau menyukainya?”
“Ani.”
Suzy tersenyum puas.
“Bagaimana denganku?”
Myungsoo menoleh. Matanya menelusuri gadis itu. Seperti mesin scanner.
“Kau baik.”
“Yah.”
“Kau sempurna.”
“Lalu?”
Myungsoo tertawa pelan.
“Tapi kau pembunuh.”
Suzy terdiam. Hening merajai selama sepersekian detik. Tak.ada reaksi apapun dari Myungsoo.
Suzy memutuskan beranjak dari kasur. Ia hendak keluar kamar, namun langkahnya langsung terhenti begitu dirasakannya pelukan hangat Myungsoo.
“Kau pasti lapar kan?” tanya Suzy seperti tak terjadi apa apa.
“Kau juga?”
“Ne. Aku sangat lapar.”
Tiba tiba suara bel apartemennya berbunyi. Myungsoo segera beranjak. Ia menatap malas ke monitor. Ah, lagi lagi Soojung.
Ia akan membentaknya sebentar, lalu menyuruhnya jangan datang lagi.
“Yak-“
Soojung masuk begitu saja. Di tangannya ada sebilah pisau. Matanya penuh amarah. Menyala.
“Yak pembunuh! Keluarlah!”
Myungsoo menarik tangan Soojung agar segera keluar, namun gadis itu meronta dan mengancam dengan pisau.
“Polisi akan datang sebentar lagi Myungsoo! Penjahat ini harus di tangkap!” tangannya berkilat marah.
“Yak apa apaan kau ini!”
Suzy lalu muncul. Ada senyum remeh di bibirnya.
“Kau mau apa gadis kecil?” tanyanya sarkasme.
Soojung mendecak gila. Lalu memasang kuda kuda untuk menyerang Suzy.
“Yak! Menjauhlah dari Myungsoo!”
Suzy menaikkan alisnya. Ditatapnya Myungsoo yang menampilkan mimik datar.
“Myungsoo?”
“Jeongmal! Polisi akan segera datang. Kau akan segera di tangkap!”
“Apa salahku?”
“Kau pelaku pembunuhan massal di kafe itu kan? Kau juga yang membunuh kedua orang tua Myungsoo kan?!”
Suzy tertawa anggun.
“Kau menuduhku?”
“Ne! Dasar psikopat!”
“Psikopat?” Suzy melirik Myungsoo sekali lagi. Mereka malah tertawa lepas. Seperti lelucon baginya.
“Yak! Ini tidak lucu!” jerit Soojung seraya mengibaskan pisaunya.
“Yak gadis kecil, jangan bermain main dengan pisau, ne?” Suzy berusaha mendekati Soojung, tapi gadis itu semakin mengayun ayunkan pisaunya.
Suara bel lagi lagi terdengar. Polisi sudah datang.
Myungsoo berlari kecil dan membuka pintu. Ia menjelaskan bahwa tak terjadi apa apa. Ia berbohong. Ia mengatakan bahwa ia baru saja bangun dan ia tinggal sendirian. Juga menapik telepon itu. Telepon lelucon dari anak anak nakal, katanya.
Si polisi tak menaruh curiga dan segera pergi setelah meminta maaf karena telah mengganggu malam Myungsoo.
Beberapa langkah dari kedua gadis yang beradu itu, ia melihat Soojung menusuk pisau itu tepat ke perut Suzy.
Myungsoo membelalak.
Suzy melotot tak percaya.
Tanpa basa basi, Myungsoo langsung mendorong tubuh Soojung ke lantai. Nafasnya terengah engah.
“Myung… soo…” nafas Suzy tersendat sendat.
Myungsoo menarik pisau itu. Lalu ditancapkannya benda mengilap itu ke perut Soojung. Berulang ulang kali sampai nafas terakhirnya. Mulut gadis itu menganga. Matanya melotot.
Myungsoo lalu menggendong tubuh Suzy ala bridal. Dia berlari telanjang kaki menuju rumah sakit di tengah cuaca yang memburuk. Salju yang turun sangat ekstrim.
Sesampainya di rumah sakit, Suzy segera di bawa ke ICU.
Myungsoo menunggu dengan sabar. Selama hampir tiga jam. 
Malam mulai larut dan cuaca semakin ekstrim.
Lalu dokter keluar dan memberikan kabar menyakitkan itu.
“Dia sudah tak dapat di tolong lagi.”
Myungsoo mengamuk. Memaksa masuk ke ICU. Ditatapnya kasur putih di sana. Matanya membesar sempurna. Dokter yang ada di sana juga kaget.
***
Myungsoo kembali ke rumah setelah mabuk mabukkan. Di tatapnya mayat yang terbujur kaku di lantai.
Tanpa ampun, Myungsoo memotong motong tubuh itu dan memasukkannya ke dalam tas merah marun milik Suzy.
***
Sudah seminggu tas itu di sana. Myungsoo hanya memandangnya sekilas lalu cuek masuk ke dapur. Apa yang sebenarnya dia harapkan dari tas itu?
Myungsoo menuangkan bumbu ke dalam ramen panasnya. Buru buru ia menyalakan TV dan menaruh mangkuknya di atas meja. Berdekatan dengan tas itu.
Ia menyeruputnya sampai habis. Lalu entah mengapa airmatanya keluar begitu saja. Mangkuk yang kosong itu ia lempar hingga menimbulkan bunyi gemericing. Myungsoo menunduk dalam. Agak lama. Ia menangis. Menangis sepuas puasnya. Melampiaskan semua amarahnya yang memuncak. Juga rasa kecewanya.
“Aku tidak peduli jika kau yang membunuh orang tuaku!”
“Kumohon…”
“Kembali…”
“Kau sudah berjanji kan? Kau… kau sudah… sudah berjanji!” nafasnya tersengal. Kondisinya makin memburuk karena ia kembali lagi ke kebiasaan lamanya.
Seperti rekaman flashback, Myungsoo kembali mengingat setiap detik kebersamaannya dengan Suzy dalam satu tahun terakhir. Kebersamaan yang nyata dari dua orang yang tak saling mengenal. Tapi saling memahami.
“Kita akan kemana?” tanya Myungsoo seraya merapikan jaket bulunya.
Suzy hanya mengulum senyum.
Mereka berjalan keluar. Salju turun pelan. Dingin. Tapi disisi lain terasa hangat bagi Myungsoo. Karena Suzy di sampingnya.
Mereka berhenti di sebuah rooftop kantor tempat Myungsoo bekerja. Kota Seoul terasa indah di atas sana.
Kelap kelip lampu malam terlihat seperti bintang. Myungsoo menghela nafas panjang menatap hamparan keindahan dunia yang baru kali ini dilihatnya. Ternyata dunia seindah ini.
“Indah…” gumam Suzy.
“Gomawo…”
Suzy menoleh cepat.
“Ne?”
“Aku sudah menyia nyiakan hidupku hanya karena masalah semu. Aku baru sadar, semua makhluk hidup akan mati. Aku harus menerima kematian siapapun. Sekalipun itu orang tuaku. Aku harus bisa menerimanya.”
“Ne…”
“Apa kau juga akan meninggalkanku, Suzy?”
Mata mereka saling pandang.
“Aku akan hidup seribu tahun untuk sebuah janji.” Suzy merengkuh wajah Myungsoo. Dan wajahnya perlahan mendekat. Bibir mereka bertemu.
Kejadian yang terlalu klise. Tapi itulah keindahan yang sesungguhnya bagi pria itu. Ditemani dengan wanita yang membuat jantungnya berdebar debar setiap waktu. Dan panorama yang hidup. Bebannya seperti terangkat.
***
Myungsoo meninggalkan apartemennya malam itu. Matanya sembab. Ia masuk ke dalam kedai. Memesan minuman keras dan beberapa bungkus rokok. Ia melampiaskan semuanya. Mabuk mabukkan. Merokok hingga dadanya sesak.
Malam semakin larut dan dingin. Myungsoo keluar dari kedai dalam keadaan sempoyongan. Ia bersenandung layaknya orang gila. Beberapa kali ia terjatuh dan berusaha bangkit. Pandangannya tak jelas.
Mula mula ia merasa seperti dibuntuti. Lalu tercium aroma tak asing.
Dan…
Warna merah.
Tubuh Myungsoo ambruk. Jatuh terduduk.
Pandangannya yang kabur itu menangkap warna merah yang ia rindukan. Mungkinkan?
“Ju..ji?” suaranya mulai ngawur. Ada tangan terulur di depannya. Tangan seputih salju.
“Ju…ji?”
Myungsoo mendengar tawa.
“Hai.”
“Aku Bae…”
“…Bae Suzy…”
“Dan kau sangat manis.”
Myungsoo mendongak.
Senyum itu. Mata gelap menusuk itu. Bibir semerah delima itu.
Akh!
Dan kata kata yang sangat persis.
“Kau… baik baik… saja?” tanya Myungsoo terbata bata. Masih terduduk di atas hamparan salju.
Gadis itu mengangguk. Tersenyum.
“Mian… Aku baru kembali…”
“Aku kira-”
“Aku tidak bisa mati hanya karena tusukan kecil di perut. Bukankah aku sudah berjanji akan hidup seribu tahun?”
“Kheundae-”
“Aku saat itu sedang memulihkan diri. Jadi aku meninggalkanmu. Tapi aku selalu berada di dekatmu selama ini. Sesuai janjiku.”
“Yak jangan berbohong lagi! Aku tau kau adalah vampir! Setelah kau menyentuhku, tubuhmu terasa sangat dingin. Sangat berbeda denganku. Dan bekas gigitan yang ada di leherku. Aku tahu kau datang tiba tiba hanya karena darah kan?!”
“Ani. Aku datang untuk menjagamu.”
“Untuk apa menjagaku?! Kau yang telah membunuh orang tuaku kan?! Apa karena kau merasa bersalah?!”
“Aniya. Aku ingin menjagamu dari gadis kecil itu.”
“Soojung?”
“Ne. Dia juga vampir. Tapi dia jahat. Dia yang menghisap darah kedua orang tuamu hingga tewas. Dia juga yang telah membunuh orang orang di kafe.”
Myungsoo tercekat. Perlahan matanya mulai terbuka. Raut gadis itu lamat lamat terlihat jelas.
“Dia ingin mengajariku cara menghisap darah tapi caranya salah.”
“Jadi aku memutuskan untuk meninggalkannya. Lalu… Saat aku diajakanya ke sebuah rumah kedua sepasang parubaya. Katanya, dengan meminum darah keluarga Kim, bisa membuatnya tahan dari cahaya matahari.”
“Lalu mereka menjerit keras. Meneriakkan nama ‘Myungsoo’. Eommamu berkata bahwa aku harus menjagamu dari Soojung ketika ia tahu kalau aku vampir yang baik.”
“Soojung benar benar pandai berpura pura kan?”
“Lalu aku menemuimu. Melihat kondisimu yang tragis. Aku mencium aroma darahmu yang sangat manis. Aku tahu Soojung sangat suka aroma darahmu. Makanya ia tak akan mau melepaskanmu.”
“Dan aku orang asing yang mencoba menyelamatkan pria tanpa harapan itu. Tapi aku kelaparan. Sesekali aku mencoba menghisap darahmu ketika kau tidur. Tapi… aku takut ketagihan. Wajahmu mulai pucat dan aku memutuskan untuk berhenti menghisap darahmu.”
“Aku juga bisa menghipnotis. Semua vampir bisa melakukan hipnotis. Aku menghipnotismu agar kau berhenti melakukan kebiasaanmu itu. Dan aku juga menghipnotis dokter itu agar berkata bahwa aku sudah mati. Karena awalnya, aku… ingin pergi selamanya darimu. Aku takut, aku akan menghisap darahmu terus menerus…”
“Tapi kau kembali! Aku tak peduli lagi Suzy-ah! Hal sepele itu tak bisa menghalangiku mencintaimu! Kau sudah berjanji kan?!”
Suzy tersenyum.
“Tapi itu hanya hipnotis semu. Kau akan melupakannya seiring berjalannya waktu.”
“Tapi kenapa hipnotis Soojung tak berhasil padaku huh?! Kenapa?! Dan sampai saat ini aku belum bisa melupakanmu!” Myungsoo membentak. Ia mencoba mengeluarkan semua beban di dadanya.
“Nado molla.”
“Jadi mungkin saja, aku sama sekali tak terpengaruh dengan hipnotismu atau hipnotis siapapun. Aku yang berinisiatif untuk berubah. Karena… aku melihat ada cahaya ketika melihatmu. Dan mungkin kau bisa memberikan cahaya itu dengan tanganmu. Mengeluarkanku dari keterpurukan… Seperti seorang malaikat…”
“Aku vampir. Aku menghisap darah. Apalagi ada darah manis di dekatku… Aku-”
“Hisap saja! Ayo hisap!” tantangnya serius.
Suzy tercengang sesaat sampai tawa menyembur pelan dari bibirnya. Bukankah seharusnya Myungsoo mengusirnya? Atau bahkan memotong motongnya seperti Soojung agar Suzy tak hidup kembali.
“Aku kembali… Karena…”
“…melihatmu tambah parah seperti ini…” Suzy lalu membopong tubuh Myungsoo.
“…Aku tak bisa membiarkanmu…”
“…menyia nyiakan hidupmu…”
“Karena hidup semua makhluk hidup itu berharga. Bahkan protozoa yang sangat kecil bisa menyuburkan tanaman. Dan virus yang membuat penyakit, bisa menyadarkan manusia betapa pentingnya menjaga tubuh agar virus tidak berkunjung.”
Myungsoo makin mempererat rangkulannya. Ia mengerti. Sangat mengerti.
“Darimana kau belajar kata kata itu huh?” Myungsoo mencoba memecahkan suasana yang terkesan kaku.
Suzy tertawa lepas.
“Yak aku ini vampir! Aku sudah hidup seratus tahun lebih lama darimu! Aku sudah banyak mempelajari hal yang ada di dunia ini!”
“Ne ne ne. Sekarang, mari kita mulai dari awal.” Myungsoo tersenyum penuh makna.
Suzy terlonjak.
“Namaku Kim Myungsoo…” ia berbisik.
“Dan aku sangat mencintai gadis merah di sampingku ini…”
“Bukan karena hipnotis…”
“Tapi benar benar dari hatiku…”
“Aku akan berubah untuknya.”
Suzy tersenyum jahil.
“Aku lapar… Kim Myungsoo… Aku butuh darah segar…” bisiknya pelan.
***END***
Annyeong readers!!!! ^^
Oneshoot gajelas dari saya balik lagi huahahahaa disarankan menyiapkan ember untuk antisipasi kalo mau muntah XD
Skip>
Jangan lupa kritik dan sarannya yah. Saya masih haus akan kritik dan saran dan akan selalu haus :D
Dan
Jangan lupa ninggalin jejak kalo udah baca woy /kemudian tawuran/ XD
Ghamsahamnida.
Bow!
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

JANGAN LUPA RC YA ^o^

JANGAN LUPA RC YA ^o^
Baca , Komen :D