Kalian Suka Baca FF Suzy Berpasangan Dengan Siapa ?? ^_^

Jumat, 25 September 2015

FF Move into the Dark (Oneshoot)

  3 comments    
categories: 
image

Title: Move Into The Dark
Author: @vhyra_pabbo
Genre: Romance, School Life, Mystery, Horror, etc.
Main Cast: Bae Suzy, Kim Myungsoo, Choi Minho
Sub Cast: OC’s and etc.
Length: Oneshoot
FF BY : https://fhyrafirus.wordpress.com
Warning: Ini adalah cerita yang saya buat murni dari pikiran saya. Cerita ini hanya fiktif belaka. kalau ada kesamaan tokoh, tempat, dan cerita itu merupakan bukan kesengajaan. Ghamsahamnida~ Bow
Happy Reading!

***
Mobil coklat itu melaju perlahan. Melewati pematang sawah, cahaya menyeruak masuk ke cela jendela. Menggemerlapkan wajah gadis yang tengah sibuk menyetir itu. Satu hentakan tak menggoyahkannya. Aroma segar desa tak juga mengusiknya. Malah semakin nyaman. Ada sekilas senyum yang baru saja tercipta. Mungkin ia tengah masuk ke dalam daya khayal tentang rumah yang akan dijumpainya kala jarum jam bertengger diangka tujuh.
Tak lama kemudian, mobil itu berhenti. Tepat di depan sebuah gerbang besar nan tinggi menjulang. Khas rumah kerajaan versi kecil. Ada pohon besar yang menaunginya. Juga danau kecil, tak dalam.
Suzy, gadis yang menyetir itu membangunkan wanita parubaya yang tak lain adalah ibunya.
Wanita itu sedikit menggeliat. Lalu sebuah senyum manis terpasang jelas diiringi dengan katup matanya yang terbuka perlahan.
“Wae?” gumamnya.
“Sudah sampai, eomma.”
Suzy melirik rumah tersebut. Seperti kastil impiannya. Hanya saja terlihat lebih sederhana dengan ayunan manis di bawah pohon rindang hijau.
“Kita akan tinggal di sini?” nadanya seperti tak percaya. Ia baru saja membayangkan rumah barunya. Dikiranya akan seperti rumah rumah di desa. Kuno dan membosankan. Tapi ini …
“Ne. Wae?”
Perfect.” Suzy tersenyum lagi. Ia langsung melompat turun. Dirapikannya sedikit rok berendanya. Ditatapnya sekali lagi rumah itu. Dan …
“Omo!”
“Wae?” tanya eommanya.
“Gwaenchana…” Suzy menutup rapat mulutnya. Ia yakin. Benar benar sangat yakin dengan apa yang dilihatnya.
***
Suzy berbaring santai di atas ranjang barunya. Fokus bergelut dengan buku karya Thomas Harris di tangan. Sesekali meringis. Tak peduli dengan suasana di sekitar yang mulai mengeluarkan sisi mistis.
Suzy berhenti membaca. Ia menoleh ke samping lalu ke depan lalu ke samping lagi. Kenapa ia merasa seseorang tengah memperhatikannya?
“Eomma!” Suzy kali ini turun dari kasur. Menjelajahi rumah besar itu. Ia memusatkan matanya ke depan lukisan lukisan wajah yang entah punya siapa. Ada yang aneh saat menatap mata mata mereka. Kelam. Suram.
“Eomma!” Sekali lagi Suzy berteriak. Damn! Kemana eommanya pergi?
Suzy kembali berjalan. Kaki jenjangnya memijaki anak anak tangga. Terdengar suara derap langkah. Tap… Tap… Tap…
Tapi…
Ada suara lain.
Suzy berhenti melangkah. Nafasnya mulai tak beraturan. Pelan pelan ia membalikkan badannya.
Dan…
***
“Suzy-ah…”
“Ne?” Suzy mengoles roti dengan selai coklat. Sedangkan eommanya sibuk menatap anak semata wayangnya itu.
“Kau mau bersekolah lagi?”
Suzy berhenti mengoles roti. Wajahnya tampak kesal.
“Suzy?” wanita parubaya itu mendongakkan wajahnya. Menanti jawaban Suzy.
“Aku masih trauma, eomma.”
“Eomma yakin, sekolah kali ini tidak akan seperti yang dulu.”
“Kheundae,”
“Pergilah. Sekolah bisa membuatmu bahagia. Kau bisa menghabiskan waktu membosankanmu di sana.”
“Eomma! Naega shireo!” mata Suzy berkilat marah. Ditatapnya wanita itu dalam dalam. Pekat.
Eommanya tersenyum lemah. Tangannya merengkuh wajah Suzy. Mencoba meyakinkan satu hal pada gadis tujuh belas tahun itu.
“Tak akan ada orang seperti dia lagi di dunia ini, Suzy.”
“Maksud eomma?”
“Dia yang membuatmu tak mau ke sekolah lagi.”
“Ne. Tapi trauma tetap saja trauma.”
“Eomma sudah membereskannya.”
Suzy menelan saliva. Matanya masih bertitik api masuk ke dalam daya khayal sementara. Wajah eommanya yang sayu. Mata bulatnya. Senyum asingnya. Suara lembutnya.
“Eomma…”
“Ne?”
“Aku… akan ke sekolah besok.”
“Nah, itu baru anak eomma yang cantik.”
***
“Bae Suji immida. Bangawoyo.” Suzy membungkuk 45 derajat. Semua yang ada di kelas menghening. Semua sibuk menatap Suzy dari atas ke bawah. Gaya Suzy yang khas kota. Cantik, anggun, dan sangat menonjol dibanding murid yang lain.
“Silahkan duduk di tempat yang kosong.” sang guru mempersilahkan.
Suzy melangkah pelan. Satu yang mengganggunya sedari tadi. Tatapan pria di sudut sana. Tajam. Mencekam. Dingin.
Langkahnya berhenti di depan bangku pria itu. Agak ragu, ia duduk di sampingnya. Karena hanya tersisa satu bangku terakhir.
Satu jam berlalu saat sang guru pamit keluar karena bel istirahat sudah berbunyi. Dan mereka masih enggan bertukar sapa. Masih duduk diam menanti satu sama lain.
“Annyeong.” si gadis berambut sebahu yang duduk di seberang bangkunya mencoba menyapa Suzy yang sedari terdiam.
“Annyeong.” Suzy sedikit tersenyum.
“Jang Mirin.”
“Bae Suji.”
Ada jeda selama sepersekian detik sampai Mirin mulai bertanya lagi.
“Dari kota mana?”
“Seoul.”
“Benarkah? Lantas apa yang membuatmu pindah ke kota yang membosankan ini lagi huh?” Mirin terlihat antusias.
“Masalah pribadi.” Suzy mulai menunjukkan tamengnya.
“Oh. Baiklah. Kau mau ke kantin?” Mirin tampak tak enak hati.
“Aniya. Gomapta.”
“Oke. Aku duluan. Kapan kapan ke rumahku, ne? Aku tinggal di dekat rumahmu.” Mirin berdiri dari kursi dan segera melesat pergi.
Suzy mengerutkan keningnya lalu mencoba menepis semua prasangka.
Kini tinggal mereka berdua. Masih dalam kebisuan.
Suzy mencoba menoleh. Melirik sedikit demi sedikit aktivitas yang pria misterius itu kerjakan. Si pria malah menatapnya balik.
“Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada dingin.
“A-aniya.” Suzy menoleh cepat. Enggan menatap pria itu lagi.
“Kau sangat cantik.”
Wajah Suzy tampak memerah. Apa maksud pria ini mengatakan hal itu?
“Payah.” Suzy bermonolog sendiri. Enggan membiarkan si pria mendengar umpatannya.
“Aku benci pria sepertimu.” kali ini suaranya sangat jelas.
Si pria hanya berdehem. Matanya tak lepas menelusuri wajah Suzy.
“Semua pria sama saja. Kalau bertemu wanita, cuma bisa merayu.” Suzy bergumam.
“Aku berbeda.” si pria berusaha membela diri meski suaranya sangat pelan. Bahkan hampir tak terdengar.
Suzy kembali menatap pria itu. Rambut berantakan yang tetap keren. Mata elang yang menyiratkan banyak hal. Bibir yang manis.
Suzy menelan ludah. Pria yang sangat tampan.
“Kim Myungsoo.” pria itu menyebut namanya dengan nada datar. Tanpa tenaga.
“Akhirnya kau memperkenalkan namamu.” Suzy tak mau kalah. Ia tetap mempertahankan sikap acuhnya.
Myungsoo tiba tiba tertawa keras. Suzy sedikit tersentak. Di tatapnya sekeliling. Tak ada siapapun.Untung saja.
“Wae?!” suara Suzy meninggi.
“Jadi sedari tadi kau menungguku untuk memperkenalkan diri huh?” Myungsoo masih tertawa. Suzy mengerucut. Myungsoo ternyata pandai membuat kata skak mat di kamusnya.
“Kau benar benar lucu ketika mengatakan hal itu.”
“Sudahlah!” Suzy semakin meninggikan suaranya.
“Jeongmal, Belum pernah ada yang mengatakan hal itu padaku.” Tawa Myungsoo berhenti. Ia tampak mulai serius.
Suzy tertegun. Mimiknya berubah seratus delapan puluh derajat.
***
Petak petak sawah yang membentang luas dengan pemandangan rupawan itu berhasil membuat kedua anak manusia itu terdiam menatap hamparan keindahannya. Berdiri di hadapannya. Mengagumi keelokan alam.
“Yak Suzy-ssi.”
“Hmm?” Suzy masih fokus ke awan yang membentuk gambar abstrak.
“Aku ingin mengajakmu ke rumahku kapan kapan.”
Suzy menoleh cepat. Tatapannya tak terjelaskan. Ia tiba tiba mengingat kata kata itu kembali. Kalimat yang sangat jelas sekali. Pria keji itu pernah mengatakannya. Sama persis. Tak ada kata yang terlewatkan.
“Kau ada hubungan apa dengannya?” Tanya Suzy ketus.Wajahnya mulai menunjukkan kewaspadaan.
“Uh? Nugu?” Mimik Myungsoo malah terlihat bingung. Ia menggaruk pelan tengkuknya.
Suzy menghela nafas lega. Yah, ia tak boleh menuduh seseorang yang bahkan baru sehari ini dikenalnya. Bukankah kata kata itu bisa saja diucapkan hampir sebahagian manusia dimuka bumi ini ketika akan mengajak seseorang ke rumahnya? Yah, wajar saja.
“Mian…” Suzy kembali menatap langit biru. Angin bertiup pelan. Sedikit mengibaskan rambut kecoklatannya. Ada senyum kecil yang terpasang dibibir Myungsoo. Senyum yang meledak ledak.
“Jadi kapan kapan aku juga ke rumah mu, Ne?” Myungsoo mencuri start berbicara lagi.
“Aku akan berbicara dengan eommaku dulu. Kami kan orang baru. Dan kau-” Suzy menatap Myungsoo dari atas sampai bawah.
“-Adalah orang asing.” nadanya dingin. Seakan enggan membuka hubungan dengan siapapun lagi.
Myungsoo malah tertawa rendah.
“Kalau begitu aku akan menjadi orang yang tidak asing.”
“Payah.” Suzy berbalik hendak pergi, namun baru selangkah, pria itu sudah menangkap tangannya.
Suzy tertegun selama sepersekian detik.
“Aku menyukaimu, Bae Suzy.”
“Cukup!” Suzy menghempaskan tangan Myungsoo. Ia memutar badannya cepat. Tangannya tanpa sadar melayang tepar ke wajah pria itu. Dan pipinya lah yang menjadi sasaran empuk.
“Apa maksudmu?”
“Aku hanya menyatakan cinta kepada seorang gadis. Apakah salah?”
“Payah.” Suzy bergumam sendiri, lalu kembali berbalik dan berjalan tanpa Myungsoo. Sementara pria itu berjalan di belakangnya, mengikutinya.
Ia menyenandungkan sebuah lagu. Sekali lagi membuat mimik Suzy mengeras. Langkahnya makin dipercepat. Myungsoo pun begitu. Senandungnya tak lepas. Semakin merdu malah.
Lagu itu. Seseorang pernah memainkannya dengan gitar. Memetiknya dengan lihai, akustik dan meneduhkan. Lagu cinta. Ungkapan isi hati pria brengsek itu.
“Yak!” Suzy dengan cepat berbalik yang sukses membuat pergerakan Myungsoo berhenti. Juga lagunya.
“Yak katakan! Sebenarnya kau siapa?! Siapa?!” Suzy membentak. Tak peduli bahwa pria itu adalah orang yang baru dikenalnya.
“Kim.Myungsoo.” dengan nakal pria itu memenggal dua kata itu. Berekspresi tanpa dosa.
“Yak!”
Myungsoo malah tersenyum ramah.
“Ayo kita berpacaran!”
Tensi Suzy langsung melonjak turun. Seperti suaranya tertahan di ujung batang tenggorok. Ia berhenti memaki. Ia berhenti memasang ekspresi marah itu.
Mereka saling terdiam.
Kau pasti gila. Kau hanya orang asing. Aku tak mungkin berhubungan dengan orang asing sepertimu.
***
Suzy mematikan cahaya remang dari lampu kamarnya dan memutuskan tidur. Meski ia belum ngantuk, ia hanya merebahkan diri dan menutup tubuhnya dengan selimut. Matanya memandang langit langit. Entah mengapa malam itu sangat gelap dan dingin. Tak ada bintang.
Suzy teringat perkataan Myungsoo kemarin.
“Nappeun…”
“Kau sangat cantik.”
“Aku ingin mengajakmu ke rumahku kapan kapan.”
“Aku menyukaimu, Bae Suzy.”
“Choi… Minho…” Suzy mengepalkan tangannya. Bayang bayang wajah pria brengsek itu terus terngiang ngiang tatkala Myungsoo hadir dalam hidupnya.
“Kau tinggal sendirian?” Tanya Suzy ragu.
“Ne.”
Suzy lalu menjatuhkan matanya pada sekeliling. Ada beberapa lukisan wajah yang disilang.
“Kenapa lukisan itu di silang?”
Minho menuangkan minuman racikan ke dalam gelas. Menatap lukisan itu sebentar. Ada senyum miring di bibirnya.
“Mereka sudah tak berguna.”
“Maksudmu?” Kening Suzy mengerut.
“Mereka sudah mati.”
“Jadi? Mereka ada?”
Minho menghela nafas. Terdengar kesal. Di hampirinya gadis berseragam Seoul of Art itu. Ia merengkuh bahunya. Juga menatapnya dalam. Gadis itu tak berkutik. Mata besar Minho berbicara banyak. Dalam. Tersirat.
“Mereka dibunuh.”
Glek!
Suasana menghening lama.
“Lalu masing masing mayatnya dikubur di balik lukisan itu.”
Keringat dingin mulai membasahi tubuh Suzy. Jantungnya berdetak di atas normal. Ketakutan membebaninya sekarang.
“Untuk koleksi.” Minho tertawa kesetanan.
Suzy terperanjat. Ia mendorong Minho sejauh jauhnya. Lalu berusaha menarik gagang pintu. Sayang, Minho dengan sigap menarik kakinya hingga menghempaskan tubuh gadis itu bersamanya. Mereka terbaring di atas lantai itu dengan Suzy yang mulai berteriak histeris. Meminta tolong.
“Tak ada seorang pun yang bisa lolos jika mereka sudah masuk ke dalam rumah ini.” lagi lagi tawa menyeramkannya itu membahana.
“Gadis cantik itu hanya sebuah objek.”
“Sebuah mainan paling menarik di dunia ini.”
Ia lalu menyeret paksa Suzy. Ia hempaskan tubuh gadis malang itu ke ranjangnya. Tak lupa mengikatnya. Lalu ia setubuhi gadis itu paksa. Berkali kali hingga birahinya lelah.
Tak puas dengan penyiksaan menjijikan itu. Suzy bahkan tak diberinya makan. Hingga tubuhnya drop.
Pria itu makin menggila dengan berbagai cairan yang disuntikkan ke tubuh Suzy. Tak tertakar. Serampangan. Kecantikannya memudar. Bersama luka luka yang sengaja Minho ciptakan. Dengan pisau dapur, silet dan benda tajam lainnya. Trauma yang benar benar mendalam.
Airmata Suzy sampai kering kerontang. Bias matanya tak seperti dulu lagi. Harapannya musnah. Sirna. Lenyap.
Ia bahkan di jadikan objek tinjunya. Hingga tubuhnya terasa remuk. Entah apa yang ada dipikiran pria itu.
Dan satu kata yang mewakilinya.
Pria itu benar benar gila.
Dengan semua penyiksaan keji tak berkesudahan itu. Ia akhirnya pasrah. Menyerah pada nasibnya.
Sampai suatu hari, akhirnya ia berhasil keluar dari penderitaan luar biasa itu.
Namun tak lantas membuat semuanya kembali normal. Suzy sempat dirawat selama berbulan bulan. Psikis dan tubuhnya sakit. Sampai eommanya sendiri tak sanggup lagi melihat kondisi Suzy yang selalu diam dan bahkan beberapa kali mencoba bunuh diri.
Sekarang, nasib pria itu sudah tak terdengar lagi. Pria dengan hobi gilanya. Pria sakit. Psikopat.
Suzy selalu menahan tangis setiap mengingat penyiksaan itu. Peristiwa tragis yang merenggut segalanya. Sudah cukup ia melampiaskan semuanya saat di rumah abu kremasi.
Suzy datang ke lemari abu Minho setelah keluar dari rumah sakit. Merusak propertinya. Mengambil abu Minho dan menjadikannya sebagai pakan ikan. Tak puas, Suzy juga membakar rumah tempatnya disekap.
Hingga ia memutuskan untuk pindah.
Meski begitu, luka lukanya tak akan pernah sembuh seutuhnya.
***
Ayunan mungil itu bergerak lambat bersama Suzy yang duduk di atasnya. Membolak balikkan halaman buku setebal tiga ratus halaman.
Dari luar pagar, sosok yang dikenalnya muncul. Tak lain adalah Myungsoo. Pria itu melambaikan tangannya. Sementara Suzy mendengus kesal. Enggan menghiraukan pria berstelan hitam hitam itu.
“Yak Suzy-ssi! Aku boleh masuk?”
Suzy malah berdiri dan hendak masuk.
“Yak Suzy! Aku tinggal tak jauh dari rumahmu!”
Suzy mendecak dan berbalik.
“Siapa yang peduli?!” tegasnya.
Myungsoo malah tertawa.
“Hei! Aku sedari dulu penasaran dengan rumah ini! Jadi bisakah aku masuk dan melihat lihat?!”
“Shireo!” Suzy menolak keras. Ia kembali melangkah. Ada tawa kecil yang menggantung di bibirnya. Ia merasa lucu dengan sikap ngotot Myungsoo.
“Memang, gadis cantik sepertimu pasti sangat sulit di taklukkan!”
Deg!
“Aku pasti akan menaklukanmu, Suzy-ah!”
Suzy memasang tampang remeh pada pria yang berteriak di bawah sana sembari menenteng sebuket mawar. Dan tulisan ‘I Love You’ yang terbentuk dari foto foto candid dirinya. Terdengar nada gitar yang ia mainkan.
“Dasar penguntit!” Teriaknya.
Suzy tak berekspresi lagi. Ia segera melangkah masuk. Menutup pintu dengan kencang. Sehingga pria itu menyerah dan memutuskan pulang.
Suzy mengintip di balik jendela. Tersenyum penuh kemenangan melihat pria itu akhirnya pergi.
Eommanya tiba tiba sudah berada di belakangnya.
“Ada apa?”
“Ada orang aneh. Dia mau melihat rumah ini.”
Eommanya hanya tertawa hambar.
“Jangan sembarangan menerima tamu. Apalagi dari orang asing. Biasanya pria ceria seperti itu bisa menjatuhkan.”
Suzy mengingatnya lagi. Seakan melekat dalam memorinya. Tak akan bisa musnah.
***
Suzy kembali memperhatikan lukisan wajah yang terpajang di sepanjang koridor rumah besar itu. Seperti tak asing.
Lagi lagi ia merasa seperti seseorang sedang menatapnya. Seperti sosok yang terus bersembunyi di kegelapan.
Suzy memutuskan untuk tak menghiraukan lukisan tua itu lagi dan bergegas berangkat ke sekolah setelah satu minggu absen. Karena Myungsoo. Pria yang selalu mengganggu detik detik ketentraman hidupnya.
Suzy membuka gerbang. Si pria aneh sudah berada di bawah pohon rindang. Memunggunginya dengan sejuta harapan.
Agak ragu Suzy keluar gerbang pertahanannya. Myungsoo langsung terlonjak. Mengeluarkan senyum khasnya.
“Ayo berangkat bersama sama!”
Suzy tak membalas. Ia hanya berjalan tanpa kata. Diikuti Myungsoo di sampingnya.
“Setiap hari aku menunggumu di luar. Aku selalu melihat jam ku. Jika Bae Suzy tak keluar tepat pukul tujuh, maka aku akan berangkat sendirian.”
“Aku tak peduli.”
Myungsoo tertawa lagi.
“Kau pernah trauma huh? Kenapa dingin sekali?”
“Bukan urusanmu.”
“Mulai sekarang, aku akan menyembuhkan lukamu, Suzy-ssi!” ucapnya berapi api.
Suzy tak terkesan sama sekali. Malah semakin membuatnya kesal.
“Kau kenapa?” tanya Minho tatkala melihat Suzy tengah memandang tiang bendera di bawah terik matahari.
“Bukan urusanmu!”
“Kau sedang dihukum eoh?! Tega sekali mereka!” pria itu menggaratak. Kepalannya tak main main.
“Aku akan mengerjai guru yang berani menghukummu! Awas saja!”
“Berhentilah mengoceh dan cepat belikan aku minuman!”
“Yak!”
“Ne?”
“Bisakah kau bersikap cuek saja huh? Jangan pernah bersikap ceria seperti ini lagi! Aku muak!”
“Aku pria yang dingin. Tapi aku tak bisa dingin dihadapanmu. Sangat sulit.” Nadanya benar benar serius kali ini.
Deg!
Sial.
“Aku pria yang tak suka dengan banyak wanita. Jadi aku hanya akan peduli dengan orang kusukai.”
“Kau hanya pria yang baru saja kukenal. Kau sangat asing bagiku! Bagaimana bisa orang asing sepertimu menyukaiku sebegitu cepat?! Bodoh!” bentaknya setengah oktaf. Memori memori kelam terus dan terus datang. Memenuhi benaknya. Akh!
“Cinta itu tidak ditentukan seberapa lama kau bersamanya. Tapi seberapa cepat hatimu luluh olehnya.”
Rekaman flashback lagi lagi menerkamnya. Ada rasa menggelitik yang coba ia sembuhkan. Rasa tak nyaman.
“Aku menyukaimu. Baru saja menyukaimu. Aku tak peduli dengan waktu. Aku hanya menyukaimu. Itu saja.”
“Tapi kau orang asing! Pergilah!”
“Aku pernah jatuh cinta dengan orang asing. Dan itu baik baik saja.”
Suzy menjerit kencang. Disumpalnya kedua telinganya dengan telapak tangannya. Ingatan ingatan yang kabur itu mulai kembali satu persatu.
Suzy lalu berusaha berlari meninggalkan Myungsoo. Namun pria itu tak menyerah. Ia berlari dan terus berlari. Mengejar si gadis penuh tanda tanya itu. Tentang masa lalu dan penderitaan suramnya. Tentang hal yang hanya bisa menjadi rahasianya.
Gejolak batinnya terus meluap. Suzy terus saja berlari. Sampai di depan sebuah danau kecil.
Ia berteriak kencang. Menumpahkan semua keresahannya. Di hamparan kosong dengan air tenang dan berbagai pepohonan.
Myungsoo sudah berada di belakangnya. Mendekat dan terus mendekat. Perlahan tubuhnya merengkuh gadis itu.
Hening tercipta selama beberapa saat.
Airmata gadis itu jatuh. Ingatan itu terus mengusiknya. Bahkan di desa dengan aroma segar pepohonan dan embun yang selalu muncul di pagi hari itu, masih saja mengingatkannya akan suasana kota yang kejam. Takdirnya yang kejam.
Klimaks.
Myungsoo melangkah maju ke depan. Direngkuhnya wajah gadis berwajah sayu itu. Dikecupnya singkat bibir delima nan manis itu.
Pandangan mereka menguat. Saling menatap dalam. Mengikat satu sama lain dalam memori baru.
“Hapus ingatan yang kelam. Mari membuat memori yang baru.” kata Myungsoo pelan.
Suzy perlahan tersenyum. Senyum tulus pertama yang diberikannya kepada seorang pria setelah peristiwa nista itu.
“Namamu Kim Myungsoo kan?”
Pria itu mengangguk.
“Berarti kau bukan Choi Minho.”
“Tentu saja!” pria itu menepis airmata yang menetes di pipi Suzy.
“Berarti kau pria yang baik huh?”
Myungsoo tak menjawab. Dia hanya tersenyum.
***
Suzy menatap Myungsoo yang berdiri di luar gerbang rumahnya. Tangannya melambai ringan. Dengan senyum khasnya yang melekat erat. Sangat manis.
Suzy berjalan ringan ke sana. Membukakan pria itu gerbang pertahanan yang mati matian ia tutup rapat rapat.
Dipersilahkannya pria itu berjalan masuk kedalam kastil impiannya.
Mereka saling bergandengan. Melempar senyum hangat nan tulus.
Myungsoo memperhatikan rumah yang tampak mistis itu. Dengan jejeran lukisan lukisan antik dan arsitektur bak bangunan Belanda kuno.
Eomma Suzy tiba tiba muncul di belakang mereka. Myungsoo membungkuk sopan. Lalu meminta izin membawa Suzy jalan jalan keliling desa.
Wanita parubaya itu tak berekspresi. Sampai Suzy mengibas ngibaskan tangannya ke depan wajahnya.
“Gwaenchana?”
“Jangan pulang larut, Ne?” pesannya lembut.
Suzy mengangguk mantap. Mereka akhirnya pamit. Melewati gerbang tinggi menjulang itu.
***
Mereka mengelilingi ilalang kering. Desau angin agak ringan. Hangat dan dingin menyatu sore itu.
Tangan mereka bertautan. Sesekali tawa keluar dari bibir mereka. Juga cercaan sayang, candaan, menjadi satu.
Matahari sebentar lagi terbenam, namun kedua anak muda itu masih sibuk menghabiskan bekal yang mereka hamparkan di atas kain hijau kota kotak tipis itu.
Tiba saatnya sinar penghangat dunia itu lenyap. Terbenam dari sangkar hariannya. Mereka menatap kepergiannya dengan sukacita. Terasa indah sekali.
“Myungsoo-ah…”
“Hmm?”
“Aku semakin melupakan trauma itu. Karenamu…”
Myungsoo hanya tersenyum.
Mereka berbaring menatap langit yang kini gelap. Meski bntang belum menampakkan diri.
“Apakah kita sedang berpacaran?” tanyanya seraya menoleh. Dilihatnya wajah Myungsoo dari sisi kanan. Lalu tatapan mereka bertemu.
“Kita sudah terikat. Tak akan terlepas kecuali kau ingin melepasku.”
Bibir Suzy terangkat.
“Aku sempat terpuruk ke tempat yang paling dalam. Bahkan aku tidak sanggup bangkit. Tapi aku melihat mata eommaku. Seperti kekuataan bagiku. Dan akupun memahami bahwa aku hidup untuk diriku sendiri dan eommaku hanya sebagai penguat. Hanya sebagai hadiah.” mata Suzy berkaca kaca kala mengingat kembali eommanya yang terus menyemangatinya agar bisa melewati semua penderitaan itu.
“Meski aku tidak tahu menahu tentang penderitaanmu dahulu. Tapi aku yakin, kau adalah wanita yang kuat.”
Suzy berdehem pelan.
“Kira kira, apa arti kehidupan ini bagimu, Myungsoo-ah?”
Pria itu terlihat menjedanya sejenak.
“Hidup? Hidup adalah memaksimalkan hal baik yang kita bisa.”
“Benarkah? Bagaimana jika hal baik itu tak pernah datang?”
“Dunia ini selalu memiliki pasangan. Baik dan jahat. Terbenam dan Terbit. Putih dan hitam. Jadi hal buruk tak akan selalu menimpa siapapun. Pasti ada hal baik lainnya.”
Mereka saling melempar senyum tulus selama sepersekian detik.
Lalu ciuman itu tak terelakkan.
“Inikah hal baik itu, Myungsoo-ah?”
Myungsoo menggeleng.
“Nado molla.”
***
Suzy masuk ke dalam rumah khas Belanda lainnya. Rumah Myungsoo.
Aksennya sama persis dengan rumah miliknya.
Suzy terlonjak tatkala melihat deretan lukisan yang sama persis dengan yang ada di rumahnya.
“Apa semua rumah dengan gaya seperti ini memiliki lukisan lukisan mengerikan seperti ini?”
Myungsoo hanya mengangkat bahu.
“Kau sudah lihat kan di rumahku juga terpajang lukisan seperti ini?” Suzy tetap ngotot.
“Ne.”
“Kau tidak kaget?”
“Ani.”
Tanpa memperdulikan keterkejutan Suzy, Myungsoo lantas menarik Suzy ke kamarnya.
“Kau tinggal sendirian?” Suzy menatap lukisan lukisan wajah yang kini muncul lagi di kamar Myungsoo.
“Ne.” Myungsoo menuangkan minuman ke dalam gelas.
Suzy terdiam sesaat. Ia ingat. De javu kah? Kenapa adegan ini seperti pernah terjadi?
Ditatapnya Myungsoo dan lukisan lukisan itu bergantian. Ia menelan saliva. Dibawah tekanan. Ingatan itu malah semakin menjadi jadi. Hanya saja, lukisan itu tidak di silang.
Suzy berdiri dari kasur. Hendak bergegas pergi, namun tak sampai di ambang pintu. Tangan dingin Myungsoo menariknya cepat.
“Kau mau kemana?”
“Andwae. Andwae!” Suzy menjerit. Memberontak keras. Dihempaskannya tangan Myungsoo dan buru buru keluar dari rumah itu.
Myungsoo terus terusan memanggil namanya. Pria itu juga memburunya.
“Suzy! Kau kenapa?!”
Suzy terus berlari. Sampai tiba di luar gerbang. Ada beberapa warga yang memandangnya aneh. Tak peduli, Suzy tetap saja berlari.
Sampai rumahnya terlihat, ia menerobos gerbang. Keringat dinginnya mengucur sangat deras. Mulutnya berkomat kamit memanggil manggil eommanya. Tubuhnya bergetar hebat. Mulai goyah ketika ia sudah berpijak tepat di depan jejeran lukisan luksan itu.
“Eomma!”
“Eomma!”
“Eomma!”
Yang dipanggil sudah berada di belakangnya. Gadis itu tersenyum dan menghapus kasar airmatanya. Ia sontak berbalik cepat.
“Eom-”
Wajah wanita itu penuh darah. Isi perutnya terburai. Dengan dress merah yang dipakainya waktu itu. Saat menyelamatkannya dari sekapan Minho.
“Eom… ma…” airmatanya terus mengalir. Masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
Wanita itu tersenyum bahagia.
“Yang terpenting, anak eomma selamat.” tangannya mencoba menggapai pucuk kepala Suzy, tapi tembus begitu saja. Seperti hologram.
“Ta… pi… eom… ma…”
“Sadarlah Suzy… bukankah kau datang ke pemakaman eommamu ini?”
“Ta…pi… kau… ada… saat… aku… dirawat…”
“Eomma berhasil membunuh pria bejat itu. Tapi eomma juga mati di tangannya. Kita saling menusukkan benda tajam. Kita… ada di tempat yang sama saat penggerebekkan. Dan eomma tahu kalau kau mempunyai kemampuan bisa melihat roh. Dan eomma menemuimu disana. Mencoba menyemangatimu. Walau eomma sudah tak terlihat lagi oleh yang lainnya tapi kau… kau masih bisa melihat eomma…”
“Eom…mma…” tangisan Suzy mengeras. Ia berusaha menyentuh eommanya namun sia sia.
“Tapi jiwa eomma akan segera pergi. Sudah waktunya. Ini sudah hampir waktunya…”
“Eom… ma…” Suzy terisak kencang. Tubuhnya hampir roboh.
“Untung saja roh pria itu juga akan segera pergi. Eomma sudah sangat bersyukur karena bisa menjagamu dari pria bejat itu. Eomma tahu, pasti kau selalu merasa sedang dibuntuti kan?”
“Dia ada di rumah ini. Dia selalu mengawasimu. Choi Minho…”
Lalu cahaya menyeruak dari tubuh wanita parubaya itu.
“Kunjungilah psikiater. Suzy-ah.”
Dan roh itu hilang seutuhnya.
“EOMMMA!!!!!!”
***
Suzy mengemas barang barangnya. Ia memutuskan pindah. Desa ini tak mampu menyembuhkan lukanya.
Mobilnya melaju cepat. Menuju sekolahnya. Ia akan berpamitan dengan Myungsoo di sana. Ia mungkin telah salah sangka dengan pria itu. Minta maaf sudah cukup.
Kacamata hitamnya terbuka. Ditatapnya halaman sekolah yang sesak dengan murid murid. Entah apa yang terjadi. Dilihatnya Mirin yang berdiri di antara kerumunan.
“Mirin-ssi!” Suzy berlari kecil menghampiri gadis itu.
Mirin melambai antusias.
“Ne?”
“Myungsoo datang hari ini?”
Mirin tampak bingung.
“Ne?”
“Kim Myungsoo. Masa kau tak mengenalnya? Dia sebangku denganku.”
“Mwo? Kau kan hanya duduk sendiri selama ini.”
Suzy tersentak. Ia kembali menutup kacamatanya dan pamit. Melangkah menjauhi kerumunan itu.
Seluruh tubuhnya mendadak terasa kaku.
Jadi siapa Myungsoo sebenarnya?
Mobil itu melaju dari sana. Dengan kecepatan penuh, Hyundai itu melesat dan berhenti tepat di depan gerbang rumah Myungsoo.
Suzy tergemap. Ia mengucek ngucek matanya beberapa kali. Tapi keadaan rumah itu tetap saja seperti itu.
Kemana pagar berarsitektur Belanda itu? Kemana rumah megah besar itu? Kemana taman yang dipenuhi mawar itu?
Ia lantas turun dari mobil.
“Ahjumma!” panggil Suzy kepada wanita parubaya yang baru saja lewat.
“Ne?”
“Kenapa rumah ini seperti sudah dibakar?
“Rumah ini memang pernah dibakar oleh seseorang.”
“Jadi yang tinggal di sini?”
“Rumah ini sudah tak ditinggali setelah peristiwa kebakaran itu. Kira kira hampir setahun yang lalu.”
Deg!
Jangan jangan…
Ingatannya kembali berputar.
Tentang pembicaraannya dengan Mirin waktu itu.
“Dari kota mana?”
“Seoul.”
“Benarkah? Lantas apa yang membuatmu pindah ke kota yang membosankan ini lagi huh?” Mirin terlihat antusias.
“Masalah pribadi.” Suzy mulai menunjukkan tamengnya.
“Oh. Baiklah. Kau mau ke kantin?” Mirin tampak tak enak hati.
“Aniya. Gomapta.”
“Oke. Aku duluan. Kapan kapan ke rumahku, ne? Aku tinggal di dekat rumahmu.” Mirin berdiri dari kursi dan segera melesat pergi.
“Jadi? Jadi aku pernah ke sini sebelumnya?”
Ahjumma itu sudah pergi. Tinggal Suzy sendirian. Menatap rumah tak berpenghuni itu.
Tangannya gemetaran.
Jadi dia sebenarnya bukan dari Seoul?
Dia ke Seoul untuk meninggalkan kenangan dari desa ini dan kemudian kembali lagi?
Ia mengingatnya perlahan.
“Lalu Myungsoo? Siapa dia?”
Ia tiba tiba mengingat perkataan eommanya. Kalimat terakhirnya.
“Kunjungilah psikiater. Suzy-ah.”
Suzy meremas kepalanya. Denyutnya semakin keras.
Ia meringis. Lalu menjerit kencang.
***
“Dia menciptakan teman khayalnya sendiri setelah peristiwa yang menimpa dirinya. Semacam trauma. Teman khayalnya yang sama persis dengan orang yang dibencinya. Hanya saja dalam bentuk rupa yang lain. Dan sekarang, gangguan psikotiknya bertambah. Dia juga memiliki gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan. Menganggap semua orang sebagai musuh. Ia tak pernah beranjak dari kasurnya kecuali untuk hal hal penting seperti mandi dan buang air.”
Dokter itu menjelaskan keadaan Suzy kepada para calon dokter yang tengah mengerjakan praktek kerja lapangan karena tuntutan perkuliahan.
“Kira kira nama gangguannya apa, Kim Jong In?” Tanyanya pada salah satu mahasiswa.
“Ng, sepertinya dia menderita Psikosis dan Skizofrenia.”
“Tepat. Apa itu psikosis, Jung So Jung?”
“Psikosis merupakan gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya. Hasilnya, terdapat realita baru versi orang psikosis tersebut.”
“Tepat. Kalau Skizofrenia? Siapa yang bisa jawab?”
“Saya, Uisanim.” sahut pria berjas putih dengan kacamata.
“Ne, apa itu?”
“Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Memiliki ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi dan halusinasi.”
“Tepat sekali.”
Mereka saling pandang. Puas dengan penjelasan kawan kawannya. Dan si kacamata yang memang paling cerdas di antara semuanya.
Sementara gadis itu hanya melamun. Dengan pakaian rumah sakit yang sudah seminggu ini ia kenakan.
Matanya kosong. Tanpa harapan. Berkali kali ia bertanya dalam hati. Kemanakah hal baik itu? Kenapa hanya hal buruk yang menimpahnya?
Myungsoo khayalan itu bahkan enggan lagi menemuinya.
“Dia cantik sekali Dokter. Sayang sekali kalau dia sampai gila begitu.” celetuk salah satu mahasiswa. Salah satu dari mereka sontak maju ke hadapan Suzy. Si kacamata.
“Hei nona… Mari berjalan jalan ke taman. Tak baik gadis cantik hanya berdiam diri di kamar pengap ini.”
Mata Suzy melirik pria itu. Pupilnya perlahan membesar sempurna.
“Kim… Myungsoo?”
***END***
Annyeong Readers! ^^
Balik lagi!!!! Huahahaha XD
Ini buat pemanasan dulu sebelum aku buat FF chapter hehe XD. Aku janjinya thriller romance tapi itu buat yang chapter nanti yah XD /gananya/
FFnya gaje lagi XD /sowry/ HAHAHA
Mungkin minggu depan deh. Minggu ini masih banyak banyaknya final.
abis dosennya pada rese, tau udah mau puasa eh finalnya belom dikelarin. huft/curhatan alay/ *padahal cuma alesan doang padahal mah gak pernah belajar meskipun final XD*-mahasiswa teladan-
Skip-
Jangan lupa RCL yaaaaah^^
Bow~
Ghamsahamnida^^

3 komentar:

  1. Ahh sayang ngegantung banget ceritanya padahal lagi seru serunya nih bikin eopilog nya donk thor

    BalasHapus
  2. Ahh sayang ngegantung banget ceritanya padahal lagi seru serunya nih bikin eopilog nya donk thor

    BalasHapus

JANGAN LUPA RC YA ^o^

JANGAN LUPA RC YA ^o^
Baca , Komen :D